Ecoprint Batik DR, Cerita dari Jogja tentang Indahnya Daun-Daun dalam Selembar Kain
Bahagia itu sederhana. Apalagi di zaman bocah yang sebagian besar kuhabiskan pada era 90an. Masa di mana anak-anak bebas mengeksplorasi hal-hal sekitar untuk menciptakan permainan, termasuk menjadikan tanaman sebagai media bermain.
Kalau anak perempuan gemar bermain pasaran yang memanfaatkan berbagai jenis daun dan bunga, para anak laki-laki lebih suka membuat sebuah benda, misalnya saja mahkota dari daun nangka, senapan dari pelepah daun pisang, dan permainan lainnya.
Siapa sangka, dedaunan serta berbagai tanaman yang dulu sekadar media bermain atau bagi orang dewasa sebagai sumber pangan maupun pengobatan, kini bisa menjadi sebuah karya seni dalam dunia fashion yang dapat menghasilkan pundi-pundi rupiah bahkan dolar.
Dari Dedaunan Kini Bisa Ciptakan Batik
Di sebuah kampung padat penduduk yang terletak di pusat Kota Jogja, aku bersama seorang kawan menjumpai rumah dengan bermacam jenis tanaman yang menghiasi bagian depannya. Bukan hanya sebagai hiasan, rupanya tanaman-tanaman tersebut juga diambil daun-daunnya untuk digunakan sebagai bahan utama pembuatan batik.
Batik dari daun-daun? Iya. Berbeda dengan pembuatan batik tradisional yang menggunakan malam, jenis batik ini memanfaatkan bahan-bahan dari alam untuk dicetak pada kain. Mungkin kalian sudah familiar dengan jenis batik yang satu ini.
Dari daun-daun kini bisa menjadi batik (dok. Hariyanto Surbakti) |
Proses menciptakan batik tersebut bernama ecoprint, yaitu mencetak atau mereplika tumbuhan pada kain untuk mendapatkan pola alami sesuai bentuk asli serta warna alam yang menarik. Tak hanya daun, bagian lainnya dari tumbuhan pun bisa digunakan sebagai bahan ecoprint, seperti bunga, batang, serta ranting, dengan catatan kondisinya masih segar.
Ecoprint Batik DR, Sebuah Usaha Mengurangi Limbah Kimia
"Ecoprint Batik DR", demikianlah nama yang disematkan pada industri kreatif yang digeluti oleh sepasang suami-istri, Ibu Hima dan Pak Bambang yang juga merupakan pemilik rumah yang kusebutkan di atas. Menekuni dunia ecoprint sejak 2019, bisa dikatakan mereka termasuk perintis perkembangan batik bernilai seni tinggi ini di kawasan Jogja dan sekitarnya.
Pada awalnya, mereka merupakan pengrajin batik tulis, kemudian melirik dan berpindah haluan pada batik ecoprint. Salah satu alasan beralih pada seni tekstil yang dikembangkan oleh India Flint ini karena lebih ramah lingkungan dan bahan-bahannya mudah didapat. Ibaratnya, tinggal melangkahkan kaki ke depan pintu pun bahannya bisa ditemukan.
Ibu Hima memetik daun lanang di depan rumahnya, sebagai bahan pembuatan ecoprint (dok. Hariyanto Surbakti) |
Rumah sekaligus lokasi pembuatan ecoprint tersebut dekat dengan bantaran Sungai Code, otomatis limbah dari sisa produksi mereka akan mengalir ke sungai. Saat memproduksi batik tulis, residu dari bahan-bahan kimia yang digunakan relatif kurang ramah lingkungan.
Ibu Hima tak ingin mencemari sungai dengan residu kimia lagi, sehingga ketika berkenalan dengan teknik ecoprint, beliau beserta suami perlahan-lahan memutuskan untuk menekuninya. Limbah yang dihasilkan dari produksi ecoprint hampir semuanya organik, yang bisa kembali ke alam tanpa merusak lingkungan.
Banyak eksperimen telah mereka lakukan, dari mencoba bermacam media untuk ecoprint hingga percobaan pada aneka jenis daun. Selain bisa menggunakan berbagai jenis kain (misalnya katun rayon, katun paris, sutera, blacu, kanvas, dan sebagianya), ecoprint juga bisa diterapkan pada kertas, keramik, hingga kulit. Sedangkan daun-daun yang biasanya digunakan ialah daun jati, daun lanang, daun ketapang, daun kersen, bunga kenikir, daun pepaya, bunga telang, dan masih banyak lagi.
Pembuatan Ecoprint Terlihat Mudah, tetapi Tak Sesederhana Itu
Sekilas, pembuatan ecoprint terlihat mudah, tetapi jangan keliru, untuk menghasilkan selembar kain ecoprint yang unik dan cantik, Ibu Hima beserta suami bahu-membahu melewati tahapan panjangnya. Ada dua teknik yang umum dalam pembuatan ecoprint, yaitu teknik steaming (kukus) dan teknik pounding (pukul).
Menyusun daun-daun di atas kain yang telah di-treatment (dok. Hariyanto Surbakti) |
Dibandingkan teknik pounding, teknik steaming lebih sering digunakan untuk pembuatan ecoprint yang dipasarkan, karena meski prosesnya lebih panjang, warna serta corak yang dihasilkan lebih indah dan dapat bertahan lama pada kain ataupun media lainnya.
Pada teknik steaming, kita akan diajarkan apa itu kesabaran. Sebelum membuat ecoprint, kain tidak asal digelar, tetapi harus mendapatkan treatment terlebih dahulu agar pori-porinya terbuka sehingga warna yang ada dalam tanaman bisa lebih melekat.
Proses menutup kain dengan blanket (dok. Hariyanto Surbakti) |
Untuk mendapatkan warna dasar agar tak monoton putih, kain juga bisa diwarnai terlebih dahulu, tentunya dengan pewarna alam seperti misalnya secang atau kunyit. Begitu pun dengan tanamannya, ada beberapa jenis daun yang harus direndam dengan bahan alami tertentu agar warnanya lebih keluar.
Siap digulung dengan bantuan pipa (dok. Mesha Christina) |
Setelah siap, kemudian dedaunan atau bunga-bunga dirangkai di atas kain sesuai imajinasi dan kreativitas. Lantas, di atasnya ditutup kain lagi yang biasa disebut blanket. Langkah berikutnya, ditutup selembar plastik, lalu dengan bantuan pipa digulung dan diikat erat untuk lanjut dikukus selama dua jam.
Setiap Karya Ecoprint Memiliki Keunikan dan Keindahan Corak Masing-Masing
Meski telah melakukannya ribuan kali, sepasang mata Ibu Hima selalu berbinar saat membuka kain yang selesai dikukus, takjub dengan indahnya corak serta lembutnya warna yang dihasilkan.
Setiap karya ecoprint memiliki keunikan tersendiri, satu dengan yang lainnya tidak mungkin sama, menyesuaikan jenis tanaman yang digunakan dan faktor alam lainnya, misalnya kondisi cuaca saat tahap fiksasi. Di sinilah semesta turut bekerja, dan inilah yang membuat ecoprint menjadi sebuah karya seni eksklusif.
Kain-kain hasil ecoprint, jika ada yang hasilnya kurang memuaskan akan diproses ulang atau dikombinasikan batik tulis (dok. Mesha Christina) |
Ditambah lagi, keragaman flora Indonesia juga menjadi ciri khas dan keunikan tersendiri pada karya yang dihasilkan oleh para pengrajin di negeri ini, dibandingkan ecoprint dari negara lain.
Tak melulu menghasilkan corak bagus, terkadang ada warna dan bentuk daun yang enggan keluar, tetapi Ibu Hima tak pernah menganggap sebagai kegagalan atau cacat produksi. Beliau kembali menggelar kain tersebut dan menyusun daun-daun lagi untuk diproses ulang. Biasanya, hasilnya justru akan lebih bagus.
Contoh kain ecoprint yang dipadukan dengan batik tulis (dok. Hariyanto Surbakti) |
Tetap mencintai batik tulis, Ibu Hima sesekali memadukan antara ecoprint dengan batik tulis, yang menghasilkan corak dan warna lebih tajam, pun memiliki desain unik. Meski tak banyak, perpaduan ecoprint dan batik tulis tersebut ada peminatnya tersendiri.
Bermacam Produk Fashion Dihasilkan dari Ecoprint
Wajar saja bila selembar kain atau produk berbahan ecoprint dihargai ratusan ribu hingga jutaan. Selain kualitas kain yang digunakan, proses pembuatannya pun tak sesederhana yang dibayangkan.
Sebuah outer bermotif ecoprint (dok. Hariyanto Surbakti) |
Dari kain hasil ecoprint, Ibu Hima juga membuat bermacam produk fashion siap pakai yang bisa langsung dikenakan agar penampilan kian paripurna. Bekerja sama dengan beberapa penjahit dan pengrajin lainnya, produk-produk fashion yang telah dihasilkan misalnya kemeja, outer, selendang atau scarf, tas, topi, hingga sepatu kulit.
Topi merupakan produk dari ecoprint yang paling digemari (dok. Hariyanto Surbakti) |
Hasil karya Ecoprint Batik DR yang diciptakan Ibu Hima dan Pak Bambang ini sudah terjual puluhan ribu di pameran-pameran yang tak hanya digelar di Jogja dan sekitarnya, tetapi hingga ke luar provinsi. Juga ada yang dibawa ke luar negeri oleh para turis mancanegara yang berkunjung ke rumahnya.
Selain pada kain, ecoprint juga bisa menggunakan media kulit ataupun keramik (dok. Mesha Christina) |
Ecoprint sebagai Bentuk Dukungan pada Kelestarian Bumi
Sekitar lima tahun terakhir, kepopuleran ecoprint dalam industri mode di Jogja makin meningkat dan digemari, lantaran value dalam proses pembuatannya. Konsumen tak hanya mendapatkan produk fashion yang cantik dan unik visualnya, pun bisa merasakan koneksi dengan alam sekaligus menyuarakan dukungan terhadap kelestarian Bumi.
Ecoprint Batik DR Jogja (dok. Hariyanto Surbakti) |
Ecoprint merupakan simbol harmoni antara kreativitas, keindahan alam, serta kepedulian pada lingkungan yang terwujud dalam seni kerajinan tekstil bernilai tinggi oleh tangan-tangan terampil para pengrajin seperti Ibu Hima dan Pak Bambang dari Ecoprint Batik DR.
Berkunjung untuk hunting foto pun sangat boleh (dok. Mesha Christina) |
Beralamatkan di Kampung Ratmakan GM 1/663 Gondomanan Yogyakarta, Ecoprint Batik DR terbuka menerima kunjungan oleh siapa pun, meski hanya untuk melihat proses pembuatannya, Ibu Hima dan Pak Bambang akan menyambut dengan ramah dan senang hati. Mereka juga menerima kerja sama dengan berbagai sekolah, kampus, hingga instansi untuk mengadakan lokakarya pembuatan ecoprint, baik di rumahnya maupun di lokasi lainnya.
***
Ecoprint Batik DR
Ratmakan GM 1/663 Ngupasan
Gondomanan, Yogyakarta 55122
WhatsApp: +62 856-2882-323
Instagram: @batikdryogya