#10daysforASEAN: (Day 1) Ketika Salon Thailand Membombardir Sekitarku
Terus terang saja, aku memutuskan mengikuti #10daysforASEAN karena ada udang di balik bakwan; yaitu untuk memotivasi―lebih tepatnya memaksa―diri sendiri agar lebih rajin meng-update blog dan tentu saja mencari tahu tentang apa itu ASEAN Economic Community (AEC) 2015. Sampai saat ini aku memang belum tahu banyak tentang bahasan tersebut. Kan malu kalau sebagai warga negara yang terluas dan digadang-gadang sebagai pilar perekonomian dunia aku justru tak tahu apa-apa. :P
Ok, kembali pada #10daysforASEAN, kompetisi ini marathon 10 hari menulis di blog dengan tema yang sudah ditentukan. Nah, pada hari pertama ini para peserta diajak menulis dengan tema: Bagaimana kalau di sekitar perumahanmu banyak berdiri salon-salon Thailand yang profesional dan mempunyai sertifikat tingkat internasional, apakah itu akan menggeser salon lokal? Apa analisismu? Hmm... pertama kali membaca tema tersebut, pikiranku langsung melayang pada kampung tempat tinggalku. Jadi, tulisan ini benar-benar berdasar kacamataku sebagai orang awam yang sama sekali belum kepikiran tentang imbas jika perekonomian global sudah berjalan. Apalagi lagi, aku tinggal di kampung yang kebanyakan warganya berasal dari kalangan menengah-ke bawah. Mereka pergi ke salon mentok hanya untuk potong rambut dan creambath saja, sedangkan kalau untuk perawatan mungkin harus berpikir dua kali mengingat harga kebutuhan pokok yang semakin meningkat.
Ketika kemudian muncul salon-salon Thailand dengan label profesional dan bersertifikat internasional, bisa dipastikan mereka belum tentu akan berduyun-duyun mencobanya. Kecuali, kalau salon-salon tersebut memasang tarif sama dengan salon lokal yang notabene kalau di daerahku hanya berupa salon-salon kecil, meskipun juga melayani perawatan seluruh tubuh. Namun, ada juga beberapa warga dengan penghasilan berlebih sehingga mereka memiliki anggaran khusus untuk melakukan perawatan di salon, seperti facial, lulur, pijat, hair-spa, pelurusan rambut, dan sebagainya. Mereka inilah yang biasanya memilih salon-salon lokal namun tarafnya profesional yang berada di pusat kota. Mereka tak segan mengeluarkan uang untuk menjadi lebih cantik dan mulus. Di sinilah pikiranku bercabang.
Bagi mereka dari segmen menengah-ke atas, aku rasa kalau muncul salon-salon Thailand, mereka tak segan mencobanya. Bukan rahasia lagi kalau konon perawatan ala Thailand bisa menyulap orang menjadi super cantik. Banci saja bisa berubah jadi cantik, apalagi yang wanita asli kan? Nah, mind-set seperti itulah yang kemudian akan menarik mereka untuk mencoba perawatan-perawatan ala Thailand. Ditambah lagi, saat ini di kotaku sudah beredar produk-produk kecantikan dan perawatan tubuh yang katanya berasal dari Thailand. Mulai dari sabun mandi, sabun muka, lulur, pelangsing tubuh, body lotion, dan masih banyak lagi.
Sedangkan untuk para pelaku usaha salon, mereka siap-tak siap memang harus mampu menghadapi kerasnya persaingan yang terjadi jika tahun 2015 kelak perdangangan bebas di wilayah ASEAN benar-benar sudah berjalan. Di Jogja―tempatku tinggal―secara garis besar ada dua macam salon berdasar label tingkat keprofesionalannya. Pertama, salon lokal yang memang berada di kampung-kampung. Untuk salon kategori ini biasanya memang kapsternya lulusan sekolah kejuruan saja dan tentu saja mereka belum memiliki sertifikat internasional. Jenis yang kedua adalah salon yang memang dirancang dengan tingkat profesional yang tinggi dan sudah dipastikan mereka bersertifikasi internasional, SDM yang direkrut pun biasanya juga harus memiliki sertifikat kompetensi dari sekolah khusus rias.
2015, bisa jadi salon ini tutup setiap hari (konsinyasiteori.blogspot.com) |
Tahun 2015, diperkirakan para pebisnis berbagai usaha dari negara-negara lingkup ASEAN bebas mendirikan usahanya di negara kita ini. Dunia industri kecantikan―dalam hal ini salon―pun tak bakal luput juga dari serbuan pengusaha-pengusaha dari luar, karena kita tahu Indonesia memiliki warga yang sangat mudah untuk digiring menggunakan hal-hal berbau luar negeri. Kemungkinan salon-salon lokal yang kecil memang bakal tergerus dengan pergerakan ini jika tidak meningkatkan kemampuan para SDM-nya. Dan, untuk salon-salon lokal besar yang sudah bersertifikasi internasional juga, kurasa mereka tetap mampu bersaing dengan salon-salon Thailand yang mungkin kelak membombardir negara kita. Mereka hanya perlu meningkatkan pelayanan personal saja, yaitu keramahan dan kesopanan dalam melayani pelanggan.
Namun, dari segala kemungkinan di atas, perekonomian ASEAN yang rencananya akan dibuka secara bebas di antara negara-negara anggotanya pastilah memiliki kendala juga. Misalnya saja sudah cukup jelas, daya beli masyarakat yang tidak sepenuhnya mampu. Jadi, tak hanya para pedagang atau pelaku bisnis saja yang dituntut siap menghadapi kehidupan ekonomi yang semakin bebas kelak, tetapi para konsumen pun harus bersiap.
***