Kisah Radheya: Janji Seorang Anak
Orang orang sangat kagum dengan apa yang mereka lihat, mereka tidak pernah melihat kemahiran Bhima dalam menggunakan panah-panahnya. Ia sangat termasyhur dengan gadanya dan juga dengan gulatnya. Ia mematahkan busur Radheya. Radheya mengambil busur yang lain dan melanjutkan pertarungan, ia sesaat tersenyum seperti ayah yang bijak melihat anaknya yang pintar.
Hati Radheya penuh dengan rasa cinta pada saudaranya yang pemberani dan liar ini. Ia berharap bahwa ia mampu meloncat dari keretanya dan memeluk Bhima, kemudian berkata, "Janganlah kita bertaraung lagi. Kita adalah saudara. Aku juga adalah putra Kunti. Kemarilah, dan ayo kita menemui Yudhistira." Radheya yang malang tahu bahwa itu hanyalah keinginan dalam hatinya. Pertarungan ini menjadi tidak memiliki gairah.
radheya in art (dok. pinterest) |
Pertarungan ini berlanjut. Radheya perlahan-lahan unggul. Kemarahannya terhadap Bhima membuatnya bertarung lebih sengit dari sebelumnya. Ia mematahkan busur Bhima dan tali kekangnya. Ia melukai kusir Bhima.
Bhima mengarahkan anak panahnya kepada Radheya, dihancurkan hingga berkeping-keping.
Senyuman itu telah kembali hadir di wajah Radheya.
Bhima tanpa kereta, tanpa busur dan tanpa senjata. Ia melihat bangkai gajah di sekelilingnya. Ia mulai melemparkan ke arah Radheya satu persatu. Ia melemparkan semua bangkai kereta yang banyak itu, dan apapun yang berada didekatnya digunakannya sebagai senjata. Semua itu tidak ada gunanya.
Radheya telah mengampuninya. Ia bisa saja membunuhnya.
Tetapi ia ingat janjinya pada Ibu Kunti bahwa ia tidak akan membunuh anaknya yang lain selain Arjuna.
Sehingga Radheya memutuskan untuk melepaskan tanpa melukainya.
Kereta Arjuna datang mendekati Bhima. Panah-panah Arjuna mulai menyerang Radheya. Tetapi Radheya membalikkan wajahnya jauh darinya dan pergi dari hadapan Bhima. Krishna tahu bahwa ia berusaha untuk menyembunyikan perasaannya dari semua orang.
Radheya bertarung dengan Sahadeva. Sahadeva bertarung dengan menakjubkan, tetapi Radheya, dalam waktu sekejap, telah membunuh kuda-kuda dan mematahkan busurnya. Sahadeva mengambil pedang, pedang ini juga dipatahkan oleh Radheya yang hebat, dengan senyuman yang menggoda dan terukir terus menerus dibibirnya. Sebuah gada dilemparkan pada Radheya oleh Sahadeva, ini juga dihentikan oleh Radheya.
Sahadeva meloncat turun dari keretanya dan menangkap roda keretanya dan bersiap-siap untuk melemparkannya kepada Radheya. Dengan satu panah Radheya telah mampu menghalangi serangannnya. Sahadeva yang malang benar-benar tidak berdaya dan berada didalam tangan Radheya.
Radheya tidak bisa membunuh saudaranya yang tidak berdaya.
Radheya pergi dari hadapan Sahadeva. Kagum dengan Radheya yang tidak membunuhnya padahal ia bisa melakukannya, Sahadeva segera menuju pasukan Pancala.
Hari ke 15
Hari ini adalah giliran Nakula dikalahkan oleh Radheya. Roda kereta yang ia ambil dari tangannya dihancurkannya, Nakula benar-benar tidak berdaya. Nakula tertangkap dari belakang oleh busur Radheya Radeya tersenyum sekali lagi dan melepaskan Nakula dari ujung busurnya.
Nakula menemui Yudhisthira. Tidak ada seorangpun yang melihat air mata di sudut mata Radheya. Tidak seorangpun kecuali Krishna. Ia tersenyum sendiri seakan-akan mengatakan, "Radheya ingat Nakula adalah saudaranya....."
Yudhisthira maju ke kereta Radheya. Ia ingin bertarung dengannya.
Radheya tersenyum dan berkata, "Baiklah." Ia melihat Yudhistira dalam waktu yang lama. Ia bangun dari angan-angannya dan berkata, "Yudhishtira kau seorang yang agung, kau juga adalah seorang ksatriya yang hebat juga. Aku bahagia bisa bertarung denganmu dan bisa menghabiskan beberapa lama dengan mu. Kau mungkin tidak percaya tetapi aku senang bersamamu walau sesaat."
Ia tersenyum dengan manis dan mulai bertarung dengan Yudisthira. Busur Yudhisthira patah. Dengan senyuman Radheya menghacurkan tameng Yudhisthira yang bersinar, yang sekarang berdiri tanpa busurnya tanpa tamengnya. Tubuhnya berlumuran darah. Radheya tidak tahan melihat darah adiknya. Ia benci pada dirinya sendiri. Tetapi hal ini arus dilakukan. Senyum masih terukir di bibirnya. Ia melihat tombak dilemparkan oleh Yudhisthira. Dengan tertawa kecil ia mematahkan tombak itu jadi dua. Keempat tongkat yang ia lemparkan juga patah. Panji Yudhisthira tergeletak di tanah. Radheya membuatnya tidak berdaya lagi dan ia bisa terbunuh kapan saja.
Radheya pergi dari hadapan Yudhisthira dan meninggalkannnya. Seakan untuk menghukum dirinya, ia mulai menyerang pasukan dengan semangat lagi.
***
*Dikutip dari Mahabharata versi Kamala Subramaniam (terjemahan I G.A. Dewi Paramita)
salah satu tokoh idola saya dalam pewayangan,
ReplyDeletekalo saya melihat dia sih aplikasinya kalo dijaman modern ini mungkin tipikal porang yang nasionalisme ya?
adipati karna lebih memilih negara daripada keluarganya, emang ambigu jg ya kalo diliat dari sisi norma dkk,
bener juga enggak salah juga engggak
orang jaman dulu emang bikin cerita keren, kompleks permasalahannya :D
Iyaaa... saya juga sangat mengidolakan Adipati Karna. Terlepas dari segala kelebihan dan kekurangannya, dia merupakan sosok yang sangat keren di mata saya. :D
ReplyDeleteTerima kasih telah berkunjung... :)
Lovely bloog you have
ReplyDeleteThank you 😊
Delete