Aku suka hujan.
Everybody wants happiness, nobody wants pain. But you can’t have a rainbow without a little rain…. (unknown)

Ada apa dengan hujan? Mengapa aku begitu menyukainya? Di masa kecil, kala hujan turun, aku selalu mengamatinya dari balik jendela, begitu kata ibuku.

Ya ya, aku menyukai hujan sejak kaki-kakiku mulai bisa melangkah. Menurut cerita ibuku, sejak umurku belum genap tiga tahun, aku mulai gemar berdiri di balik jendela atau depan pintu rumahku ketika hujan turun. Hanya demi menikmati sebuah isyarat dari langit yang tak mampu lagi menampung awan, menikmati alunan ricik-ricik hujan yang menatah jalanan dan kerikil-kerikil kecil, menikmati desik-desik suara air hujan menyapa daun- daun dan bunga-bunga, serta menikmati angin basah tak ada bermuat debu yang lembut menampar-nampar pipi.

Setiap kali menikmati rinainya, aku merasakan ketenangan. Aku suka hawa dingin yang dibawanya. Seolah membawaku ke dimensi lain dan ke masa lalu. Aku takjub pada aromanya yang bagai candu ketika jatuh menyentuh tanah.

Namun sebenarnya, aku tak tahu pasti apa alasanku menyukai hujan.

Suatu hari, kunangkunangbiru bertanya padaku, "Kenapa suka hujan? Ada cerita di balik itukah?"

Terus terang saja aku bingung menjawabnya, tapi akhirnya kujawab juga, "Aku sering mengatakan kalau aku suka hujan, namun tak tahu alasannya karena apa, yang kutahu aku suka hujan sejak kanak-kanak. Memandangi hujan yang jatuh dari langit merupakan keasyikan tersendiri, apalagi membaui tanah yang yang tersiram hujan." :D


Aku suka bersepeda.
Life is like riding a bicycle. To keep your balance you must keep moving... (Albert Einstein)
Sama seperti hujan, sejak kecil aku menyukai ngonthel, nggowes, mancal, atau apalah itu namanya. Sejak kaki-kakiku bisa mengayuh pedal dan sepeda kecilku berjalan pelan. Dulu, aku suka bersepeda setiap sore, mengelilingi kampung bersama kawan-kawan kecilku.

Kini, masih sama. Aku masih suka bersepeda, entah itu ke kantor, melepas stres bersama teman dengan mengelilingi kota Jogja ataupun pergi ke suatu tempat. Ini semua bukannya tanpa alasan, tapi tidak sekarang aku membagi alasan tersebut, akan ada saatnya. :)
gee di tengah-tengah dua kawannya yang keren

Sepedaku bernama si Kuda Hitam, dan baru-baru ini aku menggantinya menjadi Gee―artinya kuda kecil, meski sepedaku tak berukuran kecil. Aku mendapatkannya dari salah seorang teman bapak, cukup dengan Rp350.000,- aku bisa membawanya pulang ke rumah.

Jangan bayangkan perawakannya gagah layaknya kuda hitam milik ksatria-ksatria dari zaman abad pertengahan.  Milikku ini sudah menua, warnanya hitam lusuh, dan perawakannya jelek. Hingga akhirnya kuputuskan untuk meng-make over-nya dengan warna baru yang tak asing. Hitam!

Ternyata hal itu tak mengubah perawakannya, ia tetap jelek. Tapi ia tak pernah malu meski kawan-kawannya banyak yang keren dan berwarna-warni. Aku pun menyukainya, ialah yang mengantarkanku ke berbagai tempat. Terima kasih, Gee!


Aku suka biru, aku suka hitam.

Biru dan hitam, adalah dua warna yang aku sukai. Biru untuk sesuatu yang aku pandang dan hitam untuk sesuatu yang aku kenakan. Maksudnya, untuk biru aku hanya sebatas suka pada sesuatu yang warnanya biru, misalnya langit, lautan, tulip biru, barang-barang berwarna biru, dan sebagainya. Tak tahu awalnya mengapa aku bisa menyukai biru. Hanya saat melihat biru aku merasa nyaman.

Sedangkan hitam, biasanya lebih pada baju-baju yang aku pakai. Hampir seluruh t-shirt yang aku punya berwarna hitam. Sampai-sampai ibuku pernah bilang, "Klambi kok warnane ireng kabeh, koyo ra tau ganti!" (bahasa Jawa, artinya, "Kaos koq warnanya hitam semua, kayak nggak pernah ganti!").

Hitam pun aku juga tak tahu alasannya mengapa bisa menyukainya. Aku merasa lebih percaya diri saja mengenakan sesuatu berwarna hitam. Padahal itu malah membuatku yang berkulit sawo busuk semakin suram saja.


Aku suka Prajurit Kraton Jogja.

Pasti kalian bertanya-tanya, kan? Seperti apa tuh Prajurit Kraton Jogja? Prajurit-prajurit ini ada 10 bregada (kesatuan). Mereka termasuk abdi dalem Kraton Jogja. Dahulu 10 prajurit tersebut ikut berperang dalam melawan Belanda ketika masa penjajahan.

Meski sekarang sudah bukan zaman peperangan, bukan berarti mereka tak punya fungsi lagi. Saat ini peran mereka sebatas pengawal Sultan atau ketika ada upacara adat Kraton, seperti Upacara Grebeg yang setiap tahunnya digelar tiga kali. Yaitu Grebeg Mulud (memperingati Maulid Nabi), Grebeg Syawal (memperingati Idul Fitri), dan Grebeg Besar (memperingati Idul Adha).

Kesepuluh bregada tersebut di antaranya adalah, Wirobrojo, Nyutro, Dhaeng, Patangpuluh, Ketanggung, Jogokaryo, Mantrijero, Prawirotomo, Bugis, dan Surokarso. Yang paling aku sukai adalah Prajurit Dhaeng, Ketanggung, dan Bugis. Ketiganya memiliki keunikan tersendiri, baik dari pakaian yang dikenakan sampai irama lagu yang dimainkan ketika berjalan.
aku dan pak yuri, salah satu prajurit ketanggung berpangkat panji

Hampir setiap Upacara Grebeg aku selalu meluangkan waktu untuk menyaksikannya, dan tak tanggung-tanggung, dari sebelum jam delapan pagi biasanya aku sudah stand by di area yang dilewati arak-arakan gunungan tersebut.


Aku suka membaca, aku suka menulis.

Banyak orang suka membaca, banyak orang suka menulis. Begitu pun aku. Sejak kecil aku sudah suka membaca, bukan karena dibiasakan membaca oleh kedua orangtuaku tapi memang aku sendiri yang memilihnya. Meski begitu, koleksi buku bacaanku tak banyak. Aku lebih sering meminjamnya dari perpustakaan atau teman-teman.
A book is like a garden carried in the pocket. (Peribahasa China)
Biasanya, kalau suka membaca sudah pasti merembet ke suka menulis. Tidak denganku, aku butuh waktu lama untuk menularkan hal tersebut. Awalnya aku cuma suka menulis racauan-racaun tak jelas di kertas atau note  Facebook. Aku mulai aktif menulis belum lama ini, tepatnya ketika tanpa sengaja bertemu social media yang merangkap citizen journalisme bernama Kompasiana. Dari sana aku mulai belajar dan mengasah kemampuanku menulis. :)

Berawal dari Kompasiana, kemudian membuat blog pribadi untuk bisa menulis lebih bebas. Kalau menulis diary atau buku harian? Sama sekali tak pernah. Di masa sekolah pernah berkali-kali mencobanya, tapi tak pernah sukses. Aku selalu terhenti di lembar-lembar awal.

Dengan membaca, aku yang tak berpendidikkan tinggi ini merasa sangat terbantu.  Sayangnya akhir-akhir ini aku sedikit kehilangan gairah membaca, setiap hari aku mburuh di depan layar komputer dan ketika mata berpindah ke buku rasanya sudah lelah sekali. Tapi aku janji, akan segera membabat habis tumpukan buku-buku baru di kamar  yang sama sekali belum kujamah. :P


Aku suka mendengarkan musik.

Hampir segala jenis musik aku suka. Mulai dari uyon-uyon sampai musik klasik. Pokoknya yang bisa memanjakan pendengaranku. (Lagi-lagi) menurut ibuku, saat aku baru usia beberapa bulan, tak pernah rewel sewaktu ditinggal beraktivitas, asalkan di sampingku ada radio.

Sebenarnya, dari masa ke masa, selera musikku berbeda-beda. Zaman SMP aku tergila-gila dengan boyband semacam Westlife, BSB, Boyzone, N'Sync, A1, Trademark, dan sebagainya. Giliran SMA aku mulai tertarik band-band beraliran rock, seperti Simple Plan, Linkin Park, Vertical Horizon, dan masih banyak lagi. Sekarang beda lagi, aku agak tak bisa menikmati musik dengan irama agak kencang, lebih suka yang mendayu-dayu. Sepertinya faktor usia memang tak bisa menipu. Hahaha.

Playlist-ku yang sekarang ini ya isinya lagu-lagu yang bisa menina-bobokan. Zadul tak masalah, yang penting bikin enjoy. Tahu lagu apa yang paling banyak di playlist-ku? Palingan lagu-lagunya KLA Project, SO7, lagu-lagu slowrock 90an dan yang melow-melow lainnya.


Masih banyak, sih, hal-hal yang aku sukai, seperti aku suka tidur, aku suka sejarah, aku suka nonton bola, dll. Tapi yang aku share cukup yang di atas itu saja yeee... Biar kalian tak bosan membacanya!

***

Shalluvia. 2010-2024 Copyright. All rights reserved. Designed by Mesha Christina.