Pagelaran Tari "Untukmu Penghiasku"
Jumat malam lalu (15/04), aku mendapat kesempatan untuk menyaksikan sebuah pagelaran tari yang bertema Untukmu Penghiasku. Bertempat di nDalem Pujokusuman (Yayasan Pamulangan Beksa Sasminta Mardawa), pagelaran yang dijadwalkan mulai pukul 19.30 WIB ini nyatanya molor hingga 30 menit. Meski begitu, aku dan Ika yang menjadi temanku malam itu rela menunggu.
Akhirnya tepat pukul 20.00 WIB, pagelaran dibuka dengan alunan gamelan oleh kelompok karawitan yang kira-kira berdurasi 10 menit. Kemudian dilanjutkan doa bersama yang dipimpin oleh Kanjeng Suryo Waseso, untuk memperingati 1000 hari wafatnya K.R.T. Pangarsobroto. Pagelaran tari ini digelar memang untuk memperingati 1000 hari wafatnya K.R.T. Pangarsobroto yang semasa hidupnya merupakan pembina tari di YPBSM. Selain itu beliau juga tecatat sebagai PNS di Dinas Kebudayaan Provinsi DIY dan menjadi abdi dalem keraton di Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Kridha Mardawa, yaitu sebuah divisi di Keraton Yogyakarta yang mengurusi kesenian dan kebudayaan.
Dalam pagelaran ini ada tiga materi tarian karya Raden Sudarmo Sumekta yang akan ditampilkan. Beksan Paka atau Punakawan menjadi tarian pertama yang disuguhkan. Ditarikan oleh anak kecil bernama Jamal--cucu almarhum K.R.T. Pangarsobroto, tarian ini dimaksudkan agar generasi penerus bisa nguri-uri kesenian Jawa seperti yang dilakukan almarhum dahulu semasa hidupnya. Tarian ini berdurasi 10 menit dan beberapa gerakan yang dilakukan menyerupai gestur salah satu Punakawan Semar.
Suguhan selanjutnya adalah Tari Klana Topeng Gagah yang ditarikan sendiri oleh Raden Sudarmo Sumekta. Tarian ini diadaptasi dari cerita Panji abad ke-15 yang menggambarkan Prabu Klana Sewandana yang sedang dimabuk asmara pada pujaan hatinya, Dewi Sekartaji atau Galuh Candrakirana. Tampak sosok penari bertopeng warna merah pekat kehitaman dengan mata melotot hampir keluar dan bertampang garang sesuai dengan karakter Klana Sewandana itu sendiri. Sama seperti Beksan Paka, tarian ini kira-kira juga berdurasi 10 menit.
Tarian terakhir yang menjadi puncak pagelaran ini adalah Beksan Paba, akronim dari Pangarsa Brata. Tarian ini merupakan visualisasi gending-gending gamelan yang selama ini hanya didengar melalui karawitan. Beksan Paba ditarikan oleh sembilan pria dewasa.
Ketika sembilan penari tersebut berjalan dari luar menuju pendopo, irama gamelan yang mengiringi mirip dengan salah satu musik bregada prajurit keraton. Dengan gagah mereka berjalan dan aroma wangi melati langsung menguar menusuk hidung. Suara gending yang mengiringi terkadang mendayu-dayu dan terkadang agak kencang penuh semangat, sangat nikmat untuk didengarkan.
Berdurasi hampir satu jam, dalam beksan ini ada babak dimana penari yang aktif hanya empat orang sementara sisanya duduk di belakang. Satu orang duduk di atas dampar bak raja (diperankan oleh Raden Sudarmo Sumekta) dan empat orang di kanan-kirinya. Kemudian ada babak di mana delapan penari aktif, tapi yang dua di belakang bergaya menyerupai wanita sedang mengamat-amati penari di depannya. Terkadang mereka mengeluarkan suara seperti saling berdialog layaknya dalam pagelaran wayang orang.
Setelah itu, kembali empat penari aktif yang tadi duduk bergantian menari dengan gerakan-gerakan seperti bertarung, dan masih mengeluarkan dialog ala wayang orang. Dari seperti bertarung, akhirnya keempat penari itu melakukan dialog yang berupa dagelan (lelucon), mereka memeragakan adegan dolanan Jawa, Jamuran. Di bagian ini penonton mulai terpingkal-pingkal. Mereka menghibur penonton menggunakan dagelan ala Jawa, sambil diam-diam beristirahat karena sudah menari lebih dari 30 menit.
Selanjutnya, babak di mana satu penari yang tadi berlaku bak raja gantian menari sembari geguritan (puisi Jawa) yang isinya puja-puji kepada wanita idaman. Saat itu beberapa penari lainnya berlaku sebagai wanita-wanita pujaan tersebut. Dalam bagian ini lagi-lagi ada yang membuat penonton terpingkal, yaitu ketika penari itu tiba-tiba menyingkap kain salah satu penari lainnya yang berlaku sebagai wanita, kemudian ia berteriak genit karena kaget.
Lantas, mereka kembali membentuk formasi lengkap sembilan orang menari, sampai tiba-tiba mereka bersuara ala wayang orang lagi, kata yang diucapkan adalah, "Ngombeeeee...." kemudian mereka balik kanan dan mengambil air minum yang memang sudah disediakan.
Pada babak akhir, sembilan penari kembali menari bersama sambil nyinden, akhirnya pertunjukkan selesai, mereka berjalan keluar pendopo kembali diiringi oleh irama seperti di awal tadi.
ini sambil nyinden lhoo... |
Raden Sudarmo Sumekta dikerubungi wartawan |
Setelah acara ditutup, para penari yang menarikan Beksan Paba kembali naik ke pendopo dan melakukan penghormatan kepada penonton. Kemudian, dilanjutkan sesi tanya-jawab oleh para wartawan atau jurnalis (yang memang banyak sekali) kepada Raden Sudarmo Sumekta, sang kreator ketiga tarian.
***
mbak, tadi aku liat salah satu dari penari itu menari shi kandhini. mau sore di tvri jogja. itu loh raden mas yang turun pentas terakhir dewe. yang posisinya diganti karo raden Sudarmo
ReplyDeleteoww...koq kamu masih eling wajahnya tho ka??
ReplyDelete