Dongeng Gargoyle: Antara Paris dan Manhattan di Suatu Malam
bosan pandangi sungai seine |
Musim panas di pinggiran Sungai Seine, para Gargoyle* di puncak Notre Dame merasa gerah. Musim panas kali ini mereka seolah makan gaji buta. Fungsi mereka sebagai saluran air yang mengalirkan air hujan agar tak membasahi dinding katedral sama sekali tak berguna di musim panas ini. Mereka bosan, mereka ingin turun, mereka ingin jalan-jalan menginjak bumi.
Namun apa daya, tubuh mereka terlalu kuat menyatu dengan dinding Notre Dame. Di salah satu sisi atap Notre Dame, ada Gargoyle berwujud anjing yang sedang melolong menyerupai suara tangisan. Jerome namanya. Ia tidaklah seperti teman-temannya yang memiliki pekerjaan sebagai tempat air mengalir, tapi selama ini ‘bekerja’ sebagai monster yang menakut-nakuti para manusia agar segera bertobat dan masuk ke dalam katedral.
Gargoyle ini duduk kokoh di atas Notre Dame, kepalanya menunduk ke bawah, kearah di mana orang-orang berlalu lalang, ke arah di mana sungai Seine mengalir. Sebenarnya ia lebih bosan daripada teman-temannya, karena pada musim apa pun itulah yang dilakukannya.
Ia pun mencoba menggerak-gerakkan kakinya untuk melepaskan diri dari dinding atap Notre Dame. Tak disangka, Gargoyle yang memiliki tanduk di tengah kepalanya dan memiliki telinga menyerupai telinga serigala itu bisa melepaskan diri dari dinding. Lalu dengan sedikit berjingkat ia menghampiri teman di samping kanannya yang berbentuk burung. Perlahan ia mengambil sayap temannya yang sedang terlelap itu. Dipakainya sayap tersebut dan dengan sedikit takut ia melompat ke udara.
“Yihaaaaaaaa… aku berhasil, aku mengambang di udara!!” begitu teriak Gargoyle berwujud anjing dan kini memiliki sayap itu.
Ia mengamati tubuhnya sendiri. Ia merasa geli dengan wujudnya. Gargoyle berwujud seekor anjing dengan tanduk di atas kepalanya, telinga menyerupai telinga serigala. Baginya itu sudah wujud yang sangat aneh, kini ditambah dengan sepasang sayap di punggungnya. Membuat wujudnya semakin tak karuan.
“Huaahh... apa ya reaksi para manusia bila melihatku seperti ini? Hihihi…” ia terkikik sendiri
Akhirnya ia berputar-putar mengelilingi Notre Dame, kemudian terbang mengitari sungai Seine. Terus mengepakkan sayapnya di atas kota Paris. Ia terbang ke sana dan ke mari, melintasi Musée du Louvre, Musée Rodin, Eiffel, Arc de Triomphé, bahkan menyempatkan diri untuk turun merasakan berjalan di Champs-Élysées. Selama ini ia memang tinggal di Paris, tapi belum pernah mengunjungi tempat-tempat tersebut. Sebelumnya, ia hanya bisa melihat Sungai Seine. Eiffel yang letaknya berhadapan dengannya pun tak pernah bisa dilihatnya.
Puas mengitari seluruh Paris, ia melanjutkan penerbangannya menuju arah Barat. Ia tak punya tujuan, hanya asal terbang menuju ke Barat. Melintasi batas benua, Samudera Atlantik, dan sampailah ia di benua yang ditemukan oleh Vespucci.
Puas mengitari seluruh Paris, ia melanjutkan penerbangannya menuju arah Barat. Ia tak punya tujuan, hanya asal terbang menuju ke Barat. Melintasi batas benua, Samudera Atlantik, dan sampailah ia di benua yang ditemukan oleh Vespucci.
atlas di depan katedral st. patrick |
“Hai… apa yang kau lakukan di sini, wahai Gargoyle?”
“Ahh… ehh… entahlah, aku hanya bermain-main hingga akhirnya menemukanmu. Tapi, bagaimana kau tahu kalau aku Gargoyle? Apakah sebelumnya kita pernah saling mengenal?”
“Hahahahahahaha… kita memang belum pernah bertemu sebelumnya, tapi aku lebih dulu ada daripada dirimu, meskipun aku berada di sini baru 70 tahun yang lalu.”
“Perkenalkan, namaku Atlas**!!” lanjut sang patung tanpa mengulurkan tangannya pada Jerome.
“Ohh. Hai, Atlas, nama yang bagus. Kau tak ingin bersalaman denganku??”
Mendengar pertanyaan Jerome itu Atlas hanya melotot.
“Ok ok… lalu mengapa kau berdiri di depan katedral ini sambil memanggul tiruan bola dunia yang belum sempurna itu? Apa kau tak lelah, apa kau tak bosan? Tak inginkah kau istirahat dan jalan-jalan sebentar begitu?” Jerome memberondong Atlas dengan pertanyaan sambil masih mengamat-amati tubuh Atlas yang berwarna cokelat kemerahan itu.
“Lihatlah!! Sepertinya kau kelelahan, posisimu sudah tak kokoh lagi, kau seolah keberatan dengan beban yang ada di atas kepalamu,”Jerome masih mengoceh tak karuan.
“Hahahahahah…. dasar anak muda, bisanya hanya bertanya saja!” Atlas tertawa mendengar semua pertanyaan Jerome.
“Hei…. aku dibangun jauh-jauh lebih dulu darimu, di abad ke-13. Sedangkan kau baru kemarin sore berdiri di sini. Berani sekali kau bilang aku anak muda, Atlas!!”
“Hahahahha… sudah kukatakan tadi, aku memang baru didirikan di sini 70 tahunan lalu, tapi jiwaku telah ada sejak zaman dahulu kala. Sejak zaman nenek moyangmu, sejak zaman peradaban di dunia ini dimulai.” Atlas menjawab dengan santai sambil menjulurkan lidahnya pada Jerome.
“Ok ok… lalu mengapa kau berdiri di depan katedral ini sambil memanggul tiruan bola dunia yang belum sempurna itu? Apa kau tak lelah, apa kau tak bosan? Tak inginkah kau istirahat dan jalan-jalan sebentar begitu?” Jerome memberondong Atlas dengan pertanyaan sambil masih mengamat-amati tubuh Atlas yang berwarna cokelat kemerahan itu.
“Lihatlah!! Sepertinya kau kelelahan, posisimu sudah tak kokoh lagi, kau seolah keberatan dengan beban yang ada di atas kepalamu,”Jerome masih mengoceh tak karuan.
“Hahahahahah…. dasar anak muda, bisanya hanya bertanya saja!” Atlas tertawa mendengar semua pertanyaan Jerome.
“Hei…. aku dibangun jauh-jauh lebih dulu darimu, di abad ke-13. Sedangkan kau baru kemarin sore berdiri di sini. Berani sekali kau bilang aku anak muda, Atlas!!”
“Hahahahha… sudah kukatakan tadi, aku memang baru didirikan di sini 70 tahunan lalu, tapi jiwaku telah ada sejak zaman dahulu kala. Sejak zaman nenek moyangmu, sejak zaman peradaban di dunia ini dimulai.” Atlas menjawab dengan santai sambil menjulurkan lidahnya pada Jerome.
“Woww… benarkah?? Tapi wajahmu tampak jauh lebih mudah dari usiamu, apakah aku harus memanggilmu Opa?”
“Hahahahahhahaha…..” lagi-lagi Atlas hanya tertawa.
“Ssssttt…. kau ini dari tadi hanya tertawa saja, bagaimana jika orang-orang bangun dan melihat kita?”
“Oh iya… meskipun ternyata kita jauh berbeda, ternyata kita memiliki satu persamaan,” Jerome masih melanjutkan ocehannya.
“Apakah itu?”
“Lihat, aku dan kau sama-sama berada di tempat yang dekat katedral, bahkan aku menempel di dindingnya. Aku di atap Notre Dame dan kau di depan Katedral St. Patrick. Benar bukan apa yang aku katakan?”
“Hmm… ternyata kau memang anak muda yang pintar, wahai Gargoyle. Terus katakan, sebenarnya apa niatmu datang kemari, tak mungkin kalau kau hanya bermain-main saja.”
Akhirnya Gargoyle menceritakan kebosanannya di Paris dan menceritakan bagaimana dia bisa sampai di Manhattan dan bertemu dengan Atlas.
“Jadi begitu kisahmu? Jujur saja anak muda, sebenarnya aku juga bosan di sini. Aku ingin sejenak meletakkan beban di atas kepalaku ini dan berjalan-berjalan ke tempat lain.”
“Wahh… kalo begitu, bagaimana kalau kita bertukar posisi saja Atlas? Karena sebenarnya aku juga ingin merasakan membawa bola dunia tak sempurna itu.”
“Hahahahahaha… sepertinya idemu itu sangat menarik. Kalau begitu ayo bantu aku berdiri tegak dulu.”
Selanjutnya bisa ditebak, Jerome mencoba membantu Atlas agar bisa berdiri dengan tegak. Dan, akhirnya dua makhluk dari dua zaman berbeda yang masih hidup di zaman yang sama itu masih sibuk untuk melepaskan sayap dan bola dunia yang ada di punggung mereka.
***
*gargoyle : nama patung berwujud monster yang biasanya ada di atap katedral, fungsinya sebagai jalan air hujan agar tidak membasahi dinding katedral secara langsung.
**atlas : dalam mitologi Yunani, Atlas adalah salah satu anak Titan yang dihukum oleh Dewa Zeus untuk berdiri di bagian barat bumi sambil memanggul langit pada bahunya.
**atlas : dalam mitologi Yunani, Atlas adalah salah satu anak Titan yang dihukum oleh Dewa Zeus untuk berdiri di bagian barat bumi sambil memanggul langit pada bahunya.
Imajinasi yg liar tapi asik hahahaha. Thx for share.
ReplyDelete